Maluku Dapat Bantuan Alokasi Hilirisasi Perkebunan Tahun 2025-2027
Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) Hilirisasi Pertanian yang digelar Kementerian Pertanian di Jakarta, Senin (22/9/2025).
Rakor tersebut bagian dari implementasi Asta Cita Presiden RI poin ke-5, yakni melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri.
Hadir dalam Rakor Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, Menteri Dalam Negeri M. Tito Karnavian, Wakil Kepala Staf TNI AD, para gubernur, bupati/walikota, serta kepala dinas pertanian dari seluruh tanah air.
Sebelum Rakor, Gubernur sempat bertemu dengan Menteri Pertanian dan Wakil Menteri Pertanian. Dalam pertemuan tersebut, Menteri pada kesempatan itu mengatakan Maluku akan mendapat alokasi bantuan hilirisasi perkebunan mulai tahun 2025 hingga 2027.
Tahun Anggaran 2025, Maluku dijatah program perluasan tanaman pala seluas 500 hektare di Kabupaten Maluku Tengah. Paada 2026, bantuan rehabilitasi dan perluasan 8.005 hektare untuk berbagai komoditas unggulan: pala, jambu mete, kakao, kelapa dalam, hingga sagu.
Gubernur juga menandatangani surat pernyataan kesanggupan penyediaan Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL) bagi pelaksanaan program tersebut. Komitmen ini mencakup verifikasi data CPCL secara akurat dan transparan, pengawasan serta pembinaan kelompok tani penerima bantuan, penyusunan laporan pelaksanaan program secara berkala, menjamin keberlanjutan program untuk kesejahteraan petani dan penguatan sektor perkebunan Maluku.
Gubernur pun menegaskan kesiapannya memenuhi target CPCL seluas 7.350 hektare, yang tersebar di beberapa kabupaten Maluku Tengah: kakao 1.200 ha, pala 2.250 ha, Seram Bagian Timur: pala 1.200 ha, Buru Selatan: pala 1.300 ha, dan Seram Bagian Barat: pala 1.400 ha. Surat kesanggupan itu ditandatangani Gubernur dan Plt. Dirjen Perkebunan, Abdul Roni Angkat.
Dalam arahannya, Mendagri Tito Karnavian mengingatkan bahwa sejarah panjang perkebunan Indonesia sudah mendunia sejak era kolonial, dari rempah pala Banda hingga perjanjian tukar pulau Run dengan New Amsterdam pada 1667.
Karena itu, ia mendorong daerah untuk memberi perhatian serius pada pertanian. “Pertanian bahkan akan diusulkan menjadi urusan wajib pemerintah daerah, bukan lagi pilihan,” tegasnya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam pidatonya menambahkan capaian swasembada pangan sebesar 4,2 juta ton beras merupakan yang tertinggi dalam 50 tahun terakhir. FAO pun mengakui Indonesia sebagai produsen pangan dunia.
Ia menekankan, keberhasilan serupa harus diwujudkan di sektor perkebunan melalui hilirisasi, industrialisasi, dan dukungan BUMN untuk memperkuat ekspor.
Bagi Maluku, komitmen ini menjadi momentum penting. Hilirisasi perkebunan adalah jalan strategis untuk mengangkat nilai tambah pala, kakao, mete, dan kelapa Maluku. Dengan dukungan pemerintah pusat, Maluku siap mengawal data CPCL dan memastikan program berjalan akuntabel, transparan, dan berpihak pada kesejahteraan petani.
Dengan langkah ini, Maluku tidak hanya menjaga warisan rempah, tetapi juga menatap masa depan dengan harapan baru, pertanian yang maju, modern, dan memberi kesejahteraan nyata bagi rakyat. (**)